Islam Sumber Peradaban ??
Islam
sebagai Sumber Budaya dan Peradaban
Sejumlah
pihak mengatakan bahwa agama Islam
setingkat dengan kebudayaan Islam. Dalam frame tertentu ini dinilai para pakar
Muslim hal yang dapat menyesatkan dan mengacaukan citra dan kemurnian Islam.
Dengan menyetingkatkan antara Agama Islam dengan Kebudayaan Islam, maka ini
berarti mereka telah menyetingkatkan antara agama (yang berasal dari Allah)
dengan kebudayaan (yang merupakan hasil cipta orang Islam), yang berarti
pula menyetingkatkan antara wahyu dengan akal. Berpendapat bahwa kebudayaan
Islam merupakan bagian dari din Islam ini berarti menunjukkan bahwa ia
telah memasukkan unsur-unsur yang aqli (hasil cipta orang Islam) ke dalam din
Islam, dan ini berarti pula bahwa mereka telah mencampur adukkan antara
wahyu dengan akal manusia.
Dalam pandangan
kelompok fundamentalis, pola pemikiran dan ide demikian dianggap sangat
berbahaya dan menyesatkan, karena dalam akidah Islam telah dijelaskan bahwa
Islam seluruhnya adalah wahyu, tidak ada bagian-bagian kebudayaan Islam
didalamnya. Agama atau wahyu tidak setingkat dengan kebudayaan Islam, karena
agama atau wahyu berasal dari Allah sedangkan kebudayaan Islam merupakan hasil
cipta, rasa dan karsa manusia. Oleh karena itu, pemikiran dan ide itu harus ditolak dan tidak dapat dibenarkan.
Sementara itu,
para pemikir Barat juga memandang Islam sebagai produk kebudayaan, misalnya
disampaikan oleh H.A.R. Gibb yang mengatakan bahwa “Islam is indeed much
more than a sistem of theology it is a complete civilization” .(Islam
sesungguhnya lebih dari satu sistem teologi. Ia adalah satu peradaban yang
lengkap). Pendapat Gibb ini patut apabila dikemukakan oleh kelompok orientalis,
tetapi apabila begitu saja ditelan mentah–mentah oleh ilmuan Islam akan melahirkan
pemahaman yang cukup rancu,
Memang diakui
bahwa antara agama dan budaya adalah dua bidang yang berhubungan dan tidak
dapat dipisahkan, akan tetapi keduanya berbeda. Agama bernilai mutlak, tidak
berubah karena perubahan waktu dan tempat. Sedangkan budaya , sekalipun
berdasarkan agama dapat berubah dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat.
Sebagian besar budaya didasarkan pada agama, namun tidak pernah terjadi
sebaliknya, agama berdasarkan pada budaya. Oleh karena itu bisa dikatakan agama
adalah primer dan budaya adalah sekunder. Budaya bisa merupakan ekspresi hidup
keagamaan, karena itu kebudayaan sub ordinat terhadap agama, dan tidak
pernah sebaliknya.
Agama pada
hakekatnya mengandung dua kelompok ajaran yaitu:
· Ajaran dasar yang diwahyukan Tuhan melalui para Rasulnya kepada manusia
yang ajarannya terdapat dalam kitab-kitab suci. Karena merupakan wahyu dari
Tuhan, maka ajaran tersebut bersifat absolut, mutlak benar, kekal, tidak
berubah dan tidak bisa diubah.
· Ajaran yang berupa penjelasan dari kitab suci (baik mengenai arti maupun
cara pelaksanaan) yang dilakukan oleh pemuka atau ahli agama. Karena merupakan
penjelasan dan hasil pemikiran pemuka atau ahli agama, maka ajarannya bersifat
relatif, nisbi, berubah dan dapat diubah sesuai dengan perkembangan zaman.
Dalam Islam,
kelompok pertama terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadist Mutawatir. AlQur’an
terdiri dari 6.300 ayat, tetapi yang mengatur tentang keimanan, ibadah,
muamalah dan hidup kemasyarakatan manusia, menurut penelitian ulama tidak lebih
dari 500 ayat. Ajaran dasar Islam (al-Qur’an dan al-Sunnah yang periwayatannya
shahih) bukan termasuk budaya, tetapi pemahaman ulama terhadap ajaran dasar
agama merupakan hasil karsa ulama. Oleh karena itu ia merupakan bagian dari
kebudayaan. Akan tetapi umat Islam meyakini bahwa kebudayaan yang merupakan
hasil upaya ulama dalam memahami ajaran dasar agama Islam, dituntun dan
memperoleh petunjuk dari Tuhan, yaitu al-Qur’an dan Sunnah. Hal inilah yang
kemudian disebut sebagai kebudayaan Islam.
Islam
dikemukakan oleh Bassam Tibi [1][1] yaitu bahwa Islam merupakan sistem budaya. Menurutnya Islam sebagai sistem
budaya terdiri atas berbagai simbol yang berkorespondensi dan bergabung untuk
membentuk suatu model untuk realitas. Meski demikian dalam posisi tersebut
agama tidak dapat dipenetrasikan secara eksperimental, tetapi hanya sebatas
interpretatif. Dalam agama, konsepsi manusia mengenai realitas tidak didasarkan
pada pengetahuan tetapi pada keyakinan terhadap suatu otoritas ketuhanan yang
terkonsepsikan dalam kitab suci (Al-Qur’an). Al-Qur’an inilah yang mendasari
semua bentuk realitas. Selanjutnya konsep– konsep realitas yang dihasilkan
manusia ini mengalami perubahan yang paralel. Adaptasi dari konsep–konsep religiokultural
dengan realitas yang berubah kemudian membentuk suatu komponen sentral
dalam asimilasi budaya untuk perubahan. Dengan cara itulah perubahan terarah,
karena orang tidak begitu saja memberikan reaksi terhadap proses perubahan
dengan menggunakan inovasi budaya.
Dengan demikian
dapat dipahami bahwa hakekat agama memiliki aspek ganda yakni :
· Memberikan arti terhadap berbagai aspek realitas sosial dan psikologis bagi
para penganut-penganutnya, sehingga mendapatkan suatu bentuk konseptual yang obyektif.
· Agama dapat berwujud oleh realitas dan pada saat yang sama membentuk
realitas yang sesuai dengan realitas. Artinya interpretasi simbol-simbol religiokultural
membentuk bagian realitas, karena simbol–simbol tersebut juga mempengaruhi
realitas. Pada saat yang sama perwujudan (pengamalan) dari simbol–simbol kepada
realitas empirik membentuk sebuah pola yang terstruktur dalam bentuknya yang
biasa dikenal dengan kebudayaan dan peradaban.
Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa Islam adalah sumber dari kebudayaan dan peradaban Islam
yang ada. Landasan Peradaban Islam adalah Kebudayaan Islam, terutama wujud
idealnya. Jadi, Islam bukanlah kebudayaan akan tetapi dapat melahirkan
kebudayaan. Kalau kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia,
maka Islam adalah realitas pewahyuan dari Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar